Kamis, 06 Oktober 2016

SEJARAH AWAL ASAL MULA KHALIGRAFI MURNI SERTA DEFINISINYA

SEJARAH AWAL ASAL MULA KHALIGRAFI MURNI SERTA DEFINISINYA




Istilah ini muncul tidak lepas dari perkembangan kaligrafi kontemporer, di mana huruf bukan menjadi sesuatu yang utama, tetapi juga keindahan yang merupakan unsur dari kaligrafi itu sendiri. Kaligrafi pada awalnya merupakan seni memadukan huruf dengan jenis tertentu sesuai dengan kaidah akhirnya “keluar jalur” tanpa memedulikan kaidah baku. Nah, yang tetap mengikuti kaidah baku –sesuai dengan jenis kaligrafi “yang diakui”– kemudian dinamai kaligrafi murni.
Seolah merupakan kaidah baku, kaligrafi murni tidak boleh keluar dari jalur penulisan: bagaimana bentuk huruf, torehan, maupun ketepatan dalam sapuan. Jenis-jenis kaligrafi juga telah diklasifikasi. Penggunaannya tidak boleh bercampur satu dengan yang lain.



Kaligrafer murni –yang disebut-sebut merupakan kaligrafer– “terakhir” Hasyim Muhammad Al Khatthath menerapkan kaidah kaligrafi dalam sebuah buku panduan yang cukup terkenal bernama Qawaidul Khath Alarabiy. Buku ini beredar luas di Timur Tengah yang akhirnya sampai di pondok pesantren di Indonesia. Tidak banyak yang memiliki, hanya orang-orang tertentu yang mempunyai akses ke luar negeri –khususnya Timur Tengah– yang mempunyai buku aslinya.
Di pondok pesantren yang mengajarkan kaligrafi, buku kaidah ini cukup terkenal. Seperti di Pondok Pesantren Modern Darussalam, Gontor, misalnya, karya monumental itu dicetak kembali secara internal dan di pelajari oleh para santri yang tergabung di Aklam, Assosiasi Kaligrafer Darussalam, kelompok belajar kaligrafi. Di Pondok Pesantren Attanwir –yang terletak di Talun, Bojonegoro– juga ada Asskar, Assosiasi Kaligrafer Attanwir.
Banyak sekali sanggar-sanggar kaligrafi yang mengajarkan khat murni. Namun banyak pula yang akhirnya “keluar jalur” setelah “bosan” mempelajari kaidah-kaidah yang “kaku”. Ada juga yang “frustrasi” karena tidak bisa menorehkan huruf-huruf dengan “benar”, akhirnya “semaunya sendiri.”




Kaligrafi Murni


Istilah ini muncul tidak lepas dari perkembangan kaligrafi kontemporer, di mana huruf bukan menjadi sesuatu yang utama, tetapi juga keindahan yang merupakan unsur dari kaligrafi itu sendiri. Kaligrafi pada awalnya merupakan seni memadukan huruf dengan jenis tertentu sesuai dengan kaidah akhirnya “keluar jalur” tanpa memedulikan kaidah baku. Nah, yang tetap mengikuti kaidah baku –sesuai dengan jenis kaligrafi “yang diakui”– kemudian dinamai kaligrafi murni.
Seolah merupakan kaidah baku, kaligrafi murni tidak boleh keluar dari jalur penulisan: bagaimana bentuk huruf, torehan, maupun ketepatan dalam sapuan. Jenis-jenis kaligrafi juga telah diklasifikasi. Penggunaannya tidak boleh bercampur satu dengan yang lain.
Kaligrafer murni –yang disebut-sebut merupakan kaligrafer– “terakhir” Hasyim Muhammad Al Khatthath menerapkan kaidah kaligrafi dalam sebuah buku panduan yang cukup terkenal bernama Qawaidul Khath Alarabiy. Buku ini beredar luas di Timur Tengah yang akhirnya sampai di pondok pesantren di Indonesia. Tidak banyak yang memiliki, hanya orang-orang tertentu yang mempunyai akses ke luar negeri –khususnya Timur Tengah– yang mempunyai buku aslinya.
Di pondok pesantren yang mengajarkan kaligrafi, buku kaidah ini cukup terkenal. Seperti di Pondok Pesantren Modern Darussalam, Gontor, misalnya, karya monumental itu dicetak kembali secara internal dan di pelajari oleh para santri yang tergabung di Aklam, Assosiasi Kaligrafer Darussalam, kelompok belajar kaligrafi. Di Pondok Pesantren Attanwir –yang terletak di Talun, Bojonegoro– juga ada Asskar, Assosiasi Kaligrafer Attanwir.
Banyak sekali sanggar-sanggar kaligrafi yang mengajarkan khat murni. Namun banyak pula yang akhirnya “keluar jalur” setelah “bosan” mempelajari kaidah-kaidah yang “kaku”. Ada juga yang “frustrasi” karena tidak bisa menorehkan huruf-huruf dengan “benar”, akhirnya “semaunya sendiri.”


Selasa, 2008 Januari 29
Sejarah Panjang Seni Kaligrafi Islam
http://noqtahcalligraphy.blogspot.com/2008/01/al-quran-selalu-memainkan-peranan-utama.html
Al-Qur'an selalu memainkan peranan utama dalam perkembangan tulisan Arab. Keperluan untuk merakam al-Qur'an memaksa memperbaharui tulisan mereka dan memperindahnya sehingga ia pantas menjadi wahyu Ilahi. Al-Qur'an diturunkan kepada Nabi Muhammad dalam bahasa Arab dengan perantaraan malaikat Jibril. Baginda menerima wahyu dan menyiarkannya sampai wafat pada tahun 632 M, sesudah itu wahyu tidak turun lagi dan penyebarannya dari orang mukmin yang satu kepada yang lain secara lisan oleh para Huffaz (mereka yang hafal al-Qur'an dan dapat membaca dalam hati).

Pada tahun 633, sejumlah huffaz ini terbunuh dalam peperangan yang timbul setelah wafatnya Nabi. Ini memberikan peringatan kepada kaum Muslimin, khususnya Umar bin Khatab. Umar mendesak Khalifah pertama Abu Bakar supaya mengerjakan penulisan al-Qur'an.

Juru tulis Nabi, Zayd bin Thabit diperintahkan menyusun ian mengumpulkan wahyu ke dalam sebuah kitab, yang kemudian ditetapkan oleh Khalifah ketiga, Usman, pada tahun 651. Penyusunan yang disucikan ini kemudian disalin ke dalam empat atau lima edisi yang serupa dan dikirim ke wilayah-wilayah Islam yang penting untuk digunakan sebagai naskah kitab yang baku.


Abad ke-13, di mana bersama Yaqut, adalah abad kehancuran dan pembangunan kembali di negeri Islam Timur. Penghancuran tu terjadi akibat serbuan Jengis Khan (1155-1227) dan pasukan Mongolnya, dan memuncak dengan ditaklukannya Bagdad oleh putranya Hulagu pada tahun 1258 dan kejatuhan terakhir kekhalifahan Abbasiyyah.

Pembangunan kembali hampir secara langsung oleh pemantapan kekuasaan Mongol, dan putera Hulagu, Abaga (1265-82), adalah penguasa pertama yang memberikan gelas Il- Khan (penguasa Suku) bagi dinasti baru tersebut.

Adalah sangat menakjubk bahwa Islam mampu, setelah dihancurkan sedemikian rupa, bangkit kembali dan meneruskan vitalitasnya yg tak pernah berkurang. Kurang dari setengah abad setelah kehancuran Bagdad, Islam memperoleh kemenangan atas penakluknya yang kafir, sebab, tidak hanya buyut Hulagu, Ghazan (1295-1305) memeluk Islam, melainkan dia juga yang menjadikan Islam sebagai agama resmi seluruh negeri yang diperintahnya.

Ghazan menjadi seorang Muslim ya terpelajar, teguh dan membaktikan sebagian besar hidupnya demi kebesaran Islam dan kebangkitan kembali kebudayaannya. Dia memberikan dorongan yang amat besar terhadap seni Islam, termasuk kaligrafi dan penyalinan buku!

Tradisi ini dilanjutkan oleh saudara dan penggantinya Uljaytu (1306-16), yang pemerintahannya berlimpah dengan kebesaran seni dan kemajuan sastra. Dia beruntung memiliki menteri dua tokoh yang berpikiran terang, Rashid al-Din dan Sa'd al-Din, yang mendorong dia melindungi kaum terpelajar, para seniman dan ahli kaligrafi.

Di bawah kekuasaannya, seni kaligrafi dan penerangan Il-Khanid mencapai puncaknya, sebagaimana dapat dilihat dari salinan al-Quran yang sangat indah dalam tulisan Rayhani yang ditulis atas perintah Ulyaytu dan disalin serta diperterang pada tahun 1313 oleh Abd Allah ibn Muhammad al-Hamadani.

Pendekar kaligrafi yang lain pada masa awal dinasti Il-Khan, yang dibimbing oleh Yaqut, adalah Ahmad al-Suhrawardi, yang meninggalkan untuk kita salinan al-Qur'an dalam tulisan Muhaqqaq tahun 1304. Yaqut menarik perhatian sejumlah besar muridnya, tidak hanya karena berusah menyainginya namun juga bangga mengatributkan karya mereka kepadanya; yang menolong mengabadikan kemasyurannya.Uljaytu diikuti oleh putranya, Abu Sa'id (1316-34), yang ketika memerintah, kemerosotan politik mulai berlangsung. Tetapi kehidupan budaya memuncak, termasuk seni kaligrafi, walaupun tidak berlangsung lama. Kemajuan ini khususnya karena sebagian besar murid Yaqut tumbuh pada masa ini. Di antara mereka yang menjadi pendekar kaligrafi yang mandiri, melengkapi pendekar yang baru kita sebut, adalah Mubarak Shah al-Qutb (w.1311), Sayyii Haydar (w. 1325), Mubarak Shah al-Suyufi (w. 1334), Abd Allah al-Sayrafi (w. 1338) yang meninggalkan untuk kita sebuah kaligrafi yang indah sekal ditandatangani dan berangka tahun 1323, lalu Abd Allah Arghun (w. 1341) da. Yahya I-Jamali I-Sufi.

Untungnya al-Sufi meninggalkan kepada kita sebuah salinan aI-Quran yang indah dalam tulisan emas Muhaqqaq dengan huruf hidup biru, berangka tahun 1345, sebagai monumen bagi keahliannya di bidang seni kaligrafi.

Tokoh lain adalah Muhammad ibn Yusuf al-Abari, yang meninggalka untuk kita salinan al-Qur'an dalam tulisan Thuluth yang mendekati tulisa Rayhani, yang cukup menarik perhatian.

Dinasti Il-Khanid bertahan sampai akhir abad ke-14, kemudian digantika oleh dinasti Timurid, yang didirikan oleh Timur yang agung, dikenal dalam bahasa Inggris sebagai Tamerlane (w. 1405). Meskipun dia dikenal dunia karen kejahatannya sebagai pembinasa besar, tetapi dalam hidupnya di kemudiari hari setelah memeluk Islam. Dia sering mengumpulkan para seniman terbaik, kam terpelajar, pelukis dan para ahli kaligrafi di wilayah-wilayah yan ditaklukkannya, dan membawa mereka ke ibukota, Samarkand.

Timur Leng memberikan perhatian istimewa terhadap senikaligrafi, da secara langsung bertanggungjawab atas terciptanya gaya baru penulisan al Qur'an yang sesudah wafatnya disebut menurut namanya, dan menggantika gaya dinasti Il-Kahanid Mongol yang awal.Berbeda dengan gaya Il-Khanid, yg mencapai kemegahan dengan salinan al-Quran besar dalam tulisan monumental yang berpola megah dan geometris, gaya Timurid bertujuan menciptakan keseimbangan antara keindahan dan kemegahan dengan memadukan penulisan huruf yang jelas dalam kitab al-Qur'an besar dengan pola tumbuhan yang sungguh indah, mempesona, lembut pewarnaannya, terpadu dengan tulisan ornamental Kufi Timur yang begitu indah sehingga hampir tak ketara.


Untuk pemakaian tulisan besar, tulisan Rayhanilah yang dipilih secara tetap, dan keindahannya ditonjolkan dengan penulisan huruf hidupnya yang menggunakan pena yang 1ebih bagus dari pena biasa. Tulisan naskhi dipakai untuk halaman yang kurang lebar, namun memberikan kejelasan dan kemurnian garis yang lebih besar yang kemudian mempengaruhi Ta-liq Persia dan Naskhi India.

Walaupun praktek pemakaian bermacam gaya dan ukuran tulisan yang berbeda pada halaman yang sama mengulangi praktek yang berlaku di masa Ibn Muqlah, mungkin gaya Timuridlah yang pertama kali memperluas pemakaiannya untuk penulisan al-Qur'an.

Sifat dan ciri tulisan masa Timurid khususnya tercermin sekali dalam kitab2 al-Qur'an besar, di antaranya adalah salinan paling besar yang pernah dihasillkan. Sebuah anekdot menarik yang menceritakan kecintaan Timur Leng kpda al-Qur'an besar adalah kisah 'Umar Aqta', orang yang diperintahkan Timur Leng menulis kitab al-Qur'an. Umar akhirnya mempersembahkan salinan al-Qur'an kepada Timur Leng dalam tulisan Ghubar, salinan itu sekecil cincin stempel.

Timur Leng menerima persembahan ini dengan sikap menghina oleh karena ukurannya yang kecil; sedang Umar meminta kembali al-Qur'an kecil itu tanpa rasa takut dan menyalin al-Qur'an lain dalam tulisan Tumar, tiap halaman hampir satu meter ukurannyaj dan oeh karena itu dia mendapatkan hadiah besar.Tradisi kaligrafi murni ini dilanjutkan oleh pengganti Timur Leng. Putranya, Shah Rukh (1405-47), adalah seorang Muslim taat yang menghargai kaligrafi sedemikian tinggi dan dialah yang memerintahkan penyalinan banyak kitab al Quran yang indah. Dia juga memiliki seorang putra yang sangat ahli di bidang ini. Salah satu dari sejumlah al-Qur'an dari masa pemerintahannya yang ada sekarang adalah buah tangan ahli kaligrafi Timurid terkemuka Muhammad al Tughra'i, disalin tahun 1408 dalam tulisan Muhaqqaq emas.Putra Shah Rukh, Ibrahim Sultan, menjadi salah seorang ahli kaligrafi terkemuka pada masa itu, spt terlihat dari al-Qur'an yang dia salin dalam tulisan Rayhani emas pada thn 1431. Putra Shah Rukh yag lain, Baysunghur (w. 1433) adalah tokoh budaya yang berbakat pada masa Timurid dan setaraf kedudukannya di antara para kolektor buku tingkat dunia.

Sepanjang hidupnya dia mengayomi seni dan pengkajian ilmu, menghimpun banyak seniman, ahli kaligrafi, penjulid buku & pelukis yang mengembangkan gaya yang indah dari produksi buku madzab Timurid, menonjol karena salinan al-Qur'annya yang indah dan berjilid-jilid ,salinan epik Persia yang mempesona, dengan lukisan miniatur dan hiasan lain yg bagus.

Pencinta buku lain adalah Sultan Husayn (w. 1506), yang dari istananya di Herrat lahir salinan-salinan al-Qur'an dalam gaya Timurid yang sangat indah. Antara para ahli kaligarafi hebat zaman Timurid yang paling berbakat, sebagai tambahan bagi nama-nama yang dah disebutkan, adalah Abd Allah ibn Mir Ali, Ja'far al-Tabrizi, Muhammad Mu'min ibn 'Abd Allah, Abd Allah al-Tabbakh & muridnya, Abd al-Haqq al-Sabzawari.

Kekhalifahan Mameluk, yang menegakkan dinastinya (1250-1517) terutama di Mesir dan Siria, memerintah untuk menyelamatkan wilayah Dar aI-Islam mereka dari kehancuranyang melanda provinsi-provinsi Timur, sehingga kelanjutan kehidupan budaya terpelihara. Apresiasi mereka yang tinggi terhadap seni Islam secara umum membuat mereka jadi pelindung seni kaligrafi hiasan al Quranan yang sangat gairah, yang memuncak hingga mencapai tingkat yang paling tinggi, menyaingi pencapaian dinasti Il-Khanid di Timur.

Malahan, sampaii sekarang pun banyak salinan al-Qur'an peninggalan dinasti Mameluk dipandang sebagai puncak karya kaligrafi yang tak pernah tertandingi.Sultan besar dinasti Mameluk yang pertama adalah Rukh al-Din Baybars I (1260-77). yang tersohor baik dalam peperangan maupun dalam perdamaian, dan pelindung besar seni. Baybars diikuti oleh sederet panjang sultan Mameluk, yang paling besar adalah Qalawun (1279-90) dan putranya, aI-Nasir, yang memerintah dalam tiga masa antara 1293 dan 1340, al-Ashraf (1363-76) dan Barquq (1387-98).

Untungnya sejumlah salinan al-Qur'an zaman Mameluk yang terpandang sampai kepada kita. Ahli kaligrafi terbesar zaman Mameluk adalah Muhammad ibn al-Wahid, yang meninggalkan kepada kita salinan al-Qur'an yang unik dalam tulisan Thuluth, yang telah disinggung, disalin pada tahun 1304 untuk seorang pejabat tinggi Baybar, yang kemudian menjadi Sultan Baybar II (1308-09).

Tiga ahli kaligrafi yang tumbuh pada masa panjang pemerintahan aI-Nasir, dan meninggalkan kepada kita contoh karya sebagai bukti keahliannya yang hebat dalam kaligrafi, adalah Muhamad ibn Sulaiman al-Muhsini, Ahmad ibn Muhammad aI-Ansari dan Ibrahim ibn Muhammad al-Khabbaz. Abd aI-Rahman ibn al-Sayigh tersohor karena menyalin dalam tulisan Muhaqqaq kitab al-Qur'an yang dikenal paling besar dari zaman Mameluk, yang panjangnya lebih dari dua meter, dibuat hanya dengan menggunakan pena bambu dan ditulis dalam waktu singkat, enam puluh hari.

Qur'an ini, dengan hiasan yang mengagungkan, dibuat pada tahun 1397 untuk Sultan Barquq, yang setelah dia kekuasaan dinasti Mameluk mulai merosot. Sekalipun demikian, ukuran kaligrafi yang sangat tinggi tetap dipertahankan selama hampir satu abad kemudian, seperti dapat dilihat dari sebuah Qur'an lebar yang disiapkan untuk al-Malik al-Ashraf pada tahun 1496 oleh Shahin al-Inbitani, yang menyalinnya dalam tulisan Naskhi besar.Masa dinasti Mameluk adalah masa kemajuan kebudayaan yang luar biasa, dan para ahli umumnya sepakat bahwa kaligrafi Arab mencapai puncak kesempurnaannya di Mesir dan Siria pada abad pertama pemerintahan dinasti Mameluk. Sementara pandangan ini benar bagi seni kaligrafi dan hiasan al¬Qur'an zaman Mameluk, kemajuan itu juga tercermin dalam penggunaan bahan kaligrafi seperti logam, kaca, gading, kain, kayu dan batu.

Penggunaan kaligrafi yang luas ini, yang menarik perhatian karena cakupan dan bobotnya, membangkitkan lahirnya gaya Thuluth dan Naskhi khusus, yang selalu dikaitkan dengan masa ini.

Kemunduran dinasti Timurid, yang berlangsung sedemikian cepat menjelang abad ke-15, memberi peluang dinasti Safawi muncul di bawah pemimpin mereka yang energetik yang kemudian memperoleh gelar Shah Isma'il (1502-24). Dinasti Safawi yang bertahan sampai tahun 1736 adalah dinasti yang paling lama dan jaya yang memerintah Persia dan Iraq. Sekalipun selalu timbul pertentangan dengan musuh-musuhnya, namun dinasti Safawi berhasil antara kehidupan budaya Persia ke era baru, yang berpengaruh langsung kepada perkembangan seni Islam, tidak hanya dalam wilayah mereka, namun juga di wilayah kerajaan musuh mereka dinasti Usmaniyyah.

Perkembangan kaligrafi yang benar-benar penting terjadi pada masa kekuasaan Shah Isma'il dan penggantinya, Shah Tahmasp (1524-76). Di bawah dorongan merekalah tulisan Ta'liq dirumuskan dan dikembangkan menjadi tulisan yang digunakan penduduk negeri secara luas, yang kemudian mengarah ke perkembangan tulisan Nasta'liq.

Dari sudut luas pemakaiannya di kalangan bangsa Persia, Urdu dan yang berbahasa Turki, dan sumbangan penting mereka terhadap kaligrafi Islam pada umumnya, dua tulisan yang masih agak muda ini terangkat kedudukannya menjadi tulisan utama.

Tulisan Ta'liq (gantung), menurut beberapa sumber Arab, dikembangkan oleh orang Persia dari tulisan Arab awal yang kurang dikenal, Firamuz, suatu bentuk tulisan kursif yang sederhana yang dipakai sampai awal abad ke-9. Sekalipun demikian orang memandang bahwa tulisan Ta'Iiq bisa berkembang menjadi tulisan yang pasti setelah ditemukannya tulisan Riyasi pada abad ke-9.Perkembangannya khususnya dipengaruhi oleh tulisan Riqa' dan Ta'Yqi, sedikit banyak penyimpangannya dihubungkan langsung dengan dua tulisan ini oleh berapa sumber Persia, dan menganggap penemunya adalah Taj-i Salmani, seorang ahli kaligrafi dari Isfahan yang tidak begitu dikenal. Sekalipun demikian, ahlii kaligrafi Abd al-Hayy dari kota Astarabad yang tampaknya telah memainkan peranan lebih penting dalam perkembangannya awal. Dia didorong oleh pengayomnya, Shah Isma'il, untuk meletakkan aturan-aturan dasar tulisan Ta'liq, dan tidak saja mempopulerkan tulisan Ta'liq di kalangan orang Persia, Turki & India.

Para ahli kaligrafi Persia segera mengembangkan dari tulisan Ta'liq ke suatu ragam yang lebih terang dan indah, kemudian dikenal sebagai Nasta'liq, walau pun mereka terus memakai tulisan Ta'liq untuk naskah monumental dan peristiwa-peristiwa penting. Para ahli kaligrafi Turki, di lain hal, selama jangka waktu yang lama tetap mematuhi aturan-aturan dasar Ta'liq awal. Juga setelah enyerap banyak perubahan yang ditimbulkan oleh tulisan Nasta'liq, yang mereka terima sebagai perbaikan, orang Turki tetap mempertahankan nama Ta'liq untuk gaya itu.

Tulisan Nasta'liq (tersusun dad nama Naskh dan Ta'liq) harus dipandang sebagai suatu ragam gaya Ta'liq yang dikembangkan di akhir abad ke-15 oleh org Persia, dan menjadi tulisan Nasional mereka. Semua sumber penting sepakat bahwa ahli kaligrafi Persia Mir Ali Sultan al- Tabrizi (w. 1416) adalah pembangun tulisan ini dan berjasa merancang aturan-aturannya yang kompleks.

Menurut legenda, Mir Ali, sebagai seorang Muslim yang taat, rajin sembahyang seraya memohon diberi keahlian dalam menciptakan gaya kaligrafi baru yang indah. Imam Ali, sepupu Nabi dan Khalifah keempat, kepada siapa semua ahli kaligrafi Islam menghubungkan silsilahnya, muncul kepadanya dalam mimpi menyarankan kepadanya agar mempelajari burung tertentu. Segera sesudah itu di dalam mimpinya dia dikunjungi oleh burung meliwis yang terbang, dan bentuk sayap burung itulah yang mengilhami model huruf-hurufnya.

Legenda mengenai garis tebal dan jelas tulisan Nasta'liq dan lengkungan bulatnya g sempurna diilhami oleh seekor burung yang sedang terbang. Kejelasan kemurnian geometrisnya secara terpadu memberikan kepada tulisan sra'liq keindahan yang tampak secara sepintas bertentangan dengan aturannya yang sangat rumit dan ketat dalam penerapannya.Ada ciri umum tertentu di dalam tulisan Ta'liq, Nasta'liq dan Riqa'. Di atrnya adalah kenisbian tinggi ujungnya, Asnan (gigi), pada garis horisontal huruf tertentu seperti s dan sh, yang kerap mengisi pusat kelukan sebagian huruf, dan ujung dari sebagian besar huruf yang tidak berhubungan sangat tipis dan garis-garisnya runcing.

Ciri umum lain adalah bahwa lengkungan ciptakan perbedaan yang menyolok dalam lebar garisnya, yang berubah tiba-tiba dari garis sangat besar ke garis paling tipis yang digores dengan pena yang sarna.
Pada masa kekuasaan Shab Tahmasp (1524-76), tulisan Nasta'liq menggantikan tulisan Naskhi, dan menjadi tulisan yang biasa digunakan untuk menyalin antologi, epik dan karya sastra Persia yang lain. Semenjak pemerintahan Shah Abbas (1588-1629) yang agung ia dipakai untuk sebagian dr penulisan naskah keduniawiaan Persia, khususnya naskah yang dihiasi lukisan miniatur.

Walaupun ia sedikit sekali digunakan oleh bangsa-bangsa yang lain, ia memiliki pengaruh besar atas perkembangan seni kaligrafi mereka secara umum dan pada tulisan Naskhi pada khususnya. Baik para ahli kaligrafi Arab maupun Turki di lingkungan kekhalifahan Usmaniyyah, mengembangkan gaya campuran baru dari tulisan naskhi kecil yang mirip tulisan yang secara sederhana disebut tulisan Naskhi Usmaniyyah, dan yang kerap dipakai utk menulis dan menyalin hasil-hasil karya sastra yang melimpah pd masa itu.Tulisan Ta'liq dan Nasta'liq jarang dipakai untuk penyalinan al-Qur'an, & sejauh yang dikenal, hanya satu al-Qur'an besar ditulis dalam tulisan Nasta'liq. Salinan yang luar biasa indah ini, ditulis untuk Shah Tahmasp oleh Shah Mahmud al-Nishaburi dalam tahun 1539, membuktikan kejernihan kekuatan dan keindahan puncak yang dicapai oleh tulisan Nasta'liq.


Seolah-olah untuk membebaskan kejanggalan tulisan Nasta'liq dari kelompok huruf Qur'ani yang berpengaruh, dinasti Safawi berusaha menempatkan perannya dalam seni kaligrafi dan hias al-Qur'an periode ini memiliki ciri halaman khusus yang dibedakan dalam dua atau lebih pembagiar. yang terdiri dari huruf-huruf yang ukurannya sangat berbeda. Kerap pembagian ini sampai tujuh banyaknya, dengan bentuk vertikal yang dipakai untuk maksud hiasan yang menambah kekayaan hiasan yang telah ada.

Mir' 'Ali al- Tabrizi diikuti oleh sederet panjang ahli kaligrafi Muslim yang mengesankan, terutama ahli-ahli Persia, yang telah meninggalkan kepada kita contoh kaligrafi Nasta'liq yang berlimpah ruah. Di antara pendekar-pendekar awal tulisan ini yang perlu dibicarakan secara khusus adalah Abd al-Rahman al-Khawarizmi, seorang pelopor abad ke-15 yang mencapai kedudukan sangat tinggi. Dia diikuti dan disaingi oleh dua orang putranya, Abd al-Rahim Anisi dan Abd al-Karim Padshah.

Pemerintahan Shah Abbas yang agung di mana kebudayaan Persia mencapai puncak perkembangannya yang baru, juga merupakan zaman keemasan bagi tulisan Nasta'liq. Ia menghasilkan sejumlah besar pendekar kaligrafi, paling terkemuka di antaranya adalah Qasim Shadi, Shah Kabir ibn Uways al-Ardabili, Kamal aI-Din Hirati, Ghiyath aI-Din al-Isfahani; yang terakhir dan mungkin paling besar dari generasi ahli kaligrafi Persia ini adalah Imad al-Din al-Husayni.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar