Kaligrafi
merupakan penyederhanaan dari “calligraphy” (kosa kata bahasa Inggris).
Kata ini diadopsi dari bahasa Yunani, yang diambil dari kata kallos berarti beauty (indah) dan graphein :
to write (menulis) berarti tulisan atau aksara, yang berarti: tulisan
yang indah atau seni tulisan indah. Dalam bahasa Arab kaligrafi disebut khat yang berarti garis. Secara
istilah dapat diungkapkan, “calligraphy is handwriting as an art, to
some calligraphy will mean formal penmanship, distinguish from writing
only by its exellents quality” (kaligrafi adalah tulisan tangan sebagai
karya seni, dalam beberapa hal yang dimaksud kaligrafi adalah tulisan
formal yang indah, perbedaannya dengan tulisan biasa adalah kualitas
keindahannya). Ada juga ungkapan lain, seperti Hakim al-Rum mengatakan :
Kaligrafi adalah geometri spiritual dan diekspresikan dengan perangkat
fisik. Sementara Hakim al-Arab menuturkan kaligrafi adalah pokok dalam
jiwa dan diekspresikan dengan indra indrawi. Batasan-batasan tersebut
seiring pula dengan yang diungkapkan oleh Yaqut al-Musta’shimi bahwa
kaligrafi adalah geometri rohaniah yang dilahirkan dengan alat-alat
jasmaniah. Sementara Ubaidillah ibn Abbas mengistilahkan kaligrafi
dengan lisan al-yadd atau
lidahnya tangan. Dan masih banyak lagi terminologi kaligrafi yang
senada dengan yang telah disebutkan. Namun terminologi kaligrafi yang
lebih lengkap diungkapkan oeh Syaikh Syamsuddin al-Akfani sebagai
berikut: kaligrafi adalah suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk
huruf tunggal, letak-letaknya, dan tata cara merangkainya menjadi sebuah
tulisan yang tersusun atau apa yang ditulis diatas garis-garis,
bagaimana cara menulisnya dan menentukan mana yang tidak perlu ditulis,
menggubah ejaan yang perlu digubah dan menentukan cara bagaimana untuk
menggubahnya.
Ibnu Muqlah
Kaligrafier
yang lahir pada 887 M ini merupakan seorang wazir (menteri) pada masa
Khilafah Abbasiyah. Kemampuan kaligrafinya ia dapatkan atas bimbingan
Al-Ahwal Al-Muharrir. Karena kemahirannya dalam menulis kaligrafi, Ibnu
Muqlah dikenal sebagai “Imam Al-Khaththathin” atau “Bapak para
Kaligrafer.”
Salah
satu keberhasilan Ibnu Muqlah dalam kaligrafi adalah dalam mengangkat
gaya tulis Naskhi menjadi Khath Kufi, selain juga menekuni Khath Tsulus.
Sumbangan Ibnu Muqlah dalam dunia kaligrafi bukan pada penemuan gaya
melainkan dalam hal pemakaian kaidah-kaidah sistematis, terutama untuk
Khath Naskhi.
Ibnu Bawwab
Merupakan
putra seorang penjaga pintu istana di Baghdad yang menghafal Alquran
dan menuliskanya dalam 64 eksemplar. Salah satunya ia tulis dengan gaya
Raihani dan disimpan di sebuah masjid di Istambul. Dialah penemu dan
pengembang gaya khath Raihani dan Muhaqqah, serta salah satu penerus
gaya Naskhi yang diusung Ibnu Muqlah.
Yaqut Al-Musta’simi
Seorang
kepala perpustakaan Al-Mistan Syiriyah di Baghdad yang memiliki julukan
Jamaluddin dan akrab disapa Abu Durra atau Abu Al-majid. Kaligrafer
yang juga penyair ini mengembangkan metode baru penulisan huruf arab
serta memelopori penulisan menggunakan bambu yang dipotong miring
sebagai pena.
Yaqut dikenal melalui filsafatnya tentang kaligrafi, “Al-khaththu handasatun ruhaniyyatun dhaharat bi alatin jasmaniyyatin (Kaligrafi
adalah geometri spiritual yang diekspresikan melalui alat jasmani).”
Berkat kelihaiannya, gaya Khath Tsuluts berkembang menjadi bentuk
ornamental yang dekoratif.
Ibnu Syekh (Syekh Hamdullah Al-Amasi)
Merupakan
salah satu maestro kaligrafi terbesar sepanjang sejarah Utsmani dan
menjadi kiblat para kaligrafier-kaligrafier pada masa itu. Pada
zamannya, Sultan Bayazid II (Sultan Utsmani yang memerintah pada
1481-1512 M) belajar kaligrafi padanya. Dan karya-karya yang
ditinggalkannya menjadi ‘rumus’ bagi pengembangan penulisan khath
selanjutnya.
Hafiz Ustman (Ustman ibnu Ali)
Berjuluk
Al-Hafiz karena telah menghafal Alquran sejak masih muda. Kepandaian
kaligrafer yang menekuni gaya Khath Tsuluts dan Naskhi ini tampak dalam
karyanya yang berjudul Hiliyah (sebuah deskripsi tentang Nabi Muhammad).
Selain itu, ia berhasil menulis 25 mushaf Alquran yang inskripsinya
tersebar di seluruh Istanbul.
Musthafa Al-Raqim
Bakat
menulisnya telah nampak sejak ia masih kecil. Ia mempelajari Khath
Naskhi dan Tsuluts dari kakeknya dan menjadi penulis Kesultanan Utsmani
pada masa pemerintahan Salim III. Kemudian ia diangkat sebagai Kepala
Departemen Seni Lukis Kesultanan.
Selain
itu, Al-Raqim juga menjadi guru Sultan Salim II dan Mahmud II.
Kepandaiannya membuat seorang kaligrafer menulis tentangnya, “Ketika
orang Barat bangga dengan Raphael dan Michaelangelo sebagai pelukis,
kita seharusnya bangga dengan Al-Raqim sebagai kaligrafer yang jenius.”
Hamid Al-Amidi
Kaligrafer
yang menetap di Istambul sejak usia 15 tahun dan belajar tentang
hukum-hukum kaligrafi dan cabang seni lainnya. Dialah penulis kaligrafi
pada dinding-dinding beberapa gedung terkenal dan penting di Istambul.
Enam
bulan sebelum ia wafat, Pusat Penelitian Sejarah dan Seni di Turki
mengadakan pemutaran film dokumenter berjudul “Hamid Al-Khattath” atau
“”Hamid Sang Kaligrafer” yang tersebar di beberapa negara termasuk
Mesir. Selain menjadi inspirator bagi kaligrafer setelahnya, Hamid
Al-Amidi juga pernah memberi ijazah kepada beberapa khattath ternama.
Diantaranya adalah dua ijazah kepada Hasyim Muhammad Al-Baghdadi (pada
1950 dan 1952).
Hasyim Muhammad Al-Bagdadi
Dilahirkan
di Baghdad pada 1917, Hasyim telah mempelajari kaligrafi sejak usia
remaja. Usai memperoleh gelar Diploma dari Mulla 'Ali Al-Fadli pada
tahun 1943, ia meneruskan studinya di Royal Institute of Calligraphy
Kairo dan lulus pada 1944. Di tahun yang sama, ia memperoleh ijazah dari
dua kaligrafer terkenal, Sayyid Ibrahim dan Muhammad Husni.
Seorang
kaligrafer ternama lainnya, Hamid Al-Amidi, pada 1952 mengukuhkan
Hasyim Muhammad Al-Baghdadi sebagai penulis khath terbaik di dunia
Islam. Hasyim yang pernah menerbitkan buku tentang gaya penulisan
Al-Riq’ah pada tahun 1946 juga dikenal sebagai penulis khath terbaik
dalam gaya Tsuluts.
Tahun
1960, Hasyim dinobatkan sebagai pen-tashih kaligrafi Arab di Institute
of Fine Art di Baghdad, lalu sebagai Ketua Bahgian Dekorasi Islam dan
kaligrafi Arab. Ia menghembuskan nafas terakhirnya pada 1973, setahun
setelah menerbitkan sebuah buku koleksi khath miliknya berjudul "Kaidah
Penulisan Khath Arab"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar